Daftar Isi
MENGANALISIS FUNGSI HADIS TERHADAP AL-QUR’AN
Fungsi Hadis terhadap Al-Qur`an
Al-Qur’an dan hadis Rasulullah adalah dasar dari pengetahuan Islam. Sunah Rasulullah yang diberitakan dan diinformasikan melalui hadis tentu memiliki fungsi terhadap pemahaman dan penafsiran al-Qur’an.
Fungsi hadis terhadap al-Quran tentu saja sangat dipengaruhi dari kevalidan hadis tersebut. Hadis berfungsi memperjelas pesan-pesan al-Quran secara lebih lengkap dan juga dalam mencapai tujuan penciptaan manusia dan menjabarkan hukum-hukum dan ajaran Islam.
Manafsirkan dan memfungsikan hadis tidak bisa sembarangan, dan harus dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli dan memiliki ilmu pengetahuan terkait tentangnya. Untuk itu, berikut adalah penjelasan mengenai fungsi hadis terhadap al- Qur’an.
Bayan at-Taqrir
Bayan at-taqrir adalah menetapkan juga memperkuat dari apa yang sudah diterangkan dalam al-Quran. Di sini hadis berfungsi untuk membuat kandungan al-Qur’an semakin kokoh dengan adanya penjelasan hadis tersebut. Contoh fungsi ini seperti sebuah hadis yang menjelaskan firman Allah swt. dalam QS al-Baqarah [2]: 185
Terjemahnya :
Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.
Ayat ini dikuatkan dan ditetapkan oleh hadis :
Artinya : Berpuasalah ketika kalian melihat (ru’yah) bulan sabit dan berbukalah ketika kalian juga melihat (ru’yah) bulan sabit. (HR Muslim)
Contoh lain dari bayan at-taqrir ini adalah sabda Rasulullah saw., ‚Tidak diterima salat seseorang yang berhadas sampai ia berwudu‛ (HR.Bukhari dan Abu Hurairah)
Hadis ini mentakrir (menetapkan dan menguatkan) firman Allah swt. dalam QS al-Maidah [5]: 6 yang berbunyi:
Terjemahnya :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.
Bayan at-Tafsir
Fungsi hadis sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi al-Qur’an yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid). Mungkin di dalam al-Qur’an masih bersifat umum, sedangkan dalam hadis diperinci dan didetailkan serta mentekniskan apa yang tidak dijelaskan dalam al-Qur’an. Misalnya Allah memerintahkan orang beriman untuk melaksanakan salat. Mengenai teknis detail dan caranya, hal ini diperjelas dengan hadis sebagaimana yang telah Rasulullah lakukan.
Contoh hadis sebagai bayan at-tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad saw. mengenai hukum pencurian.
Artinya: Rasulullah saw. didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.
Hadis ini menafsirkan frman Allah swt. dalam QS al-Maidah [5] : 38
Terjemahnya:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Al-Quran memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi saw. memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.
Bayan at-Tasyri’
Hadis sebagai bayan at-tasyri’ ialah sebagai pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran Islam yang tidak dijelaskan dalam al-Qur’an. Biasanya al-Qur’an hanya menerangkan pokok-pokoknya saja. Sebagaimana contohnya hadis mengenai zakat fitrah, dibawah ini:
Artinya : Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadan satu sa’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan. (HR. Muslim)
Bayan at-tasyri’ memiliki maksud untuk mewujudkan hukum atau aturan yang tidak didapat dalam al-Qur’an secara eksplisit. Hal ini berfungsi untuk menunjukkan suatu kepastian hukum dengan berbagai persoalan yang ada di kehidupan namun tidak dijelaskan al-Qur’an.
Bayan an-Nasakh
Secara etimologi, an-nasakh memiliki banyak arti di antaranya at-tagyir (mengubah), al-ibtal (membatalkan), at-tahwil (memindahkan), atau izalah (menghilangkan). Para ulama mendefinisikan bayan an-nasakh sebagai ketentuan yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas.
Salah satu contohnya yakni hadis:
Artinya: Tidak ada wasiat bagi ahli waris.
Hadis ini menasakh QS al-Baqarah [2] : 180
Terjemahnya:
Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda- tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu- bapak dan karib kerabat secara makruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Untuk fungsi hadis sebagai bayan nasakh ini masih terjadi perdebatan di kalangan ulama. Para ulama Ibn Hazm dan Mutaqaddimin membolehkan menasakh al-Qur’an dengan segala hadis walaupun hadis ahad. Kelompok Hanafiyah berpendapat boleh menasakh dengan hadis masyhur tanpa harus mutawatir.
Sedangkan para muktazilah membolehkan menasakh dengan syarat hadis harus mutawatir. Selain itu, ada juga yang berpendapat bayan nasakh bukanlah fungsi hadis.
Kedudukan Hadis terhadap al-Qur’an
Al-Qur`an sebagai sumber pokok dan hadis sebagai sumber kedua mengisyaratkan pelaksanaan dari keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya yang tertuang dalam dua kalimat syahadat. Karena itu menggunakan hadis sebagai sumber ajaran merupakan suatu keharusan bagi umat Islam. Setiap muslim tidak bisa hanya menggunakan al-Qur’an, tetapi ia juga harus percaya kepada hadis sebagai sumber kedua ajaran Islam.
Hadis mempunyai kedudukan sebagai sumber hukum Islam kedua. Hadis tidak boleh diabaikan peranannya dalam ajaran Islam karena Allah swt. Berfirman dalam QS an-Nisa [4]: 80
Terjemahnya :
Barangsiapa yang mentaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.
Allah swt. juga menekankan dalam QS al-Hasyr [59]:7
Terjemahnya :
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.
PERILAKU ORANG YANG BERPEGANG TEGUH PADA HADIS
Setelah belajar tentang fungsi hadis terhadap al-Qur’an maka kita mesti bisa memahami dan menganalisa bahwa seorang muslim wajib menerapkan keduanya di dalam kehidupan. Tanpa keduanya tidak mungkin seseorang tumbuh dan berkembaang sebagai pribadi muslim yang saleh.
Al-Qur’an meskipun mencakup seluruh aspek kehidupan, umat Islam wajib menggunakan hadis-hadis Nabi sebagai penerjemahan perintah-perintah al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bagi masyarakat awam, al-Qur’an dan hadis pun belumlah cukup untuk memahami maksud ajaran-ajaran Islam. Masih butuh keterangan dari para ulama mengenai ketetapan dan hukum-hukum Islam.