Sejarah Tafsir Bugis oleh MUI Sulsel
Tafsir yang ditulis oleh tim MUI Sulawesi Selatan (selanjutnya ditulis MUI) ini adalah sebuah karya tafsir yang kedua yang ditulis dalam aksara Bugis setelah tafsir yang ditulis oleh AG. Daud Ismail (1908-2006 M), yang lengkap 30 juz.
Kitab tafsir yang ditulis dalam aksara Bugis ini mulai ditulis pada tahun 1988 dan selesai ditulis pada hari kamis tanggal 20 Oktober 1996 bertepatan dengan tanggal 1 Jumadil Akhir 1416 H di Makassar. Dan mengenai awal penerbitannya tidak didapatkan informasi tahun berapa diterbitkan dan di mana?
Kecuali hanya didapat informasi dari dua pengantar yang terdapat pada jilid 1, yaitu pengantar yang diberikan oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Prof. Dr. H. Ahmad Amiruddin dan Ka. Kanwil Sul-Sel Drs. H. Abdurrahman K, yang tertulis pada tahun 1988. Hal ini mengindikasikan bahwa tafsir ini mulai ditulis sekitar tahun itu
juga, demikian pula pengakuan Rusly Wolman, mantan sekretaris umum MUI Sul-Sel pada saat itu.
Mengenai penamaan kitab tafsir ini, penulis juga tidak menemukan secara eksplisit dalam tafsirnya latarbelakang pemberian nama tersebut. Hanya didapatkan dalam cover-nya yang ditulis dengan dua versi bahasa, yaitu bahasa Bugis dan bahasa Arab ”Tafesere Akorang Mabbasa Ugi/ aesere korang abbasa gi:“.
Menurut penulis bahwa setidaknya pemberian nama itu bisa jadi pertimbangan praktisnya, yaitu untuk memudahkan bagi para pembacanya mengetahui dan mengingat nama tafsirnya, yang nota-bene sasaran utama pembacanya adalah masyarakat awam yang ada di kampung- kampung.
Hal itu sebagaimana terungkap dalam pendahuluannya pada jilid 1 bahwa dengan adanya tafesere mabbasa ugie (tafsir berbahasa bugis-terj penulis) memungkinan saudara kita orang Bugis mempelajari dan memahami al-Qur’an, sehingga mereka dapat lebih mudah mengaplikasikan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana ditemukan di dalam muqaddimahnya pada juz 1, disebutkan bahwa tafsir ini dibantu oleh beberapa ulama sebagai tim penyusun, yaitu:
- H. Junaid Sulaiman
- H. Hamzah Manguluang
- H. Andi Syamsul Bahtiar, MA
- Drs. H. Ma’mur Ali
- H. Mukhtar Badawi
Dari lacakan penulis melalui wawancara Rusly Wolman (pada saat itu beliau sebagai Sekertaris Umum MUI Sul-Sel) bahwa pada awalnya tafsir ini akan disusun oleh tim yang ditunjuk oleh MUI Sul- Sel, namun di dalam perjalanan penulisannya tidak berjalan secara efektif sehingga tim ini hanya dapat merampungkan sampai dua jilid (jilid 1 dan 2), sehingga penyusunan selanjutnya diteruskan oleh AG. Muin Yusuf sampai selesai.
Semantara hasil wawancara dengan AG. Sanusi Baco, bahwa tafsir ini ditulis oleh Muin Yusuf dan dibantu oleh beberapa ulama. Karena dengan alasan penguasaan bahasa Bugis yang baik, maka Muin Yusuf-lah yang paling dominan di dalam penyusunannya, bahkan bisa dikatakan hampir semuanya, sehingga tafsir ini dianggap sebagai tafsir karya Muin Yusufr.
Dengan demikian, bisa diperkirakan bahwa hampir semua penafsiran yang ada di dalamnya adalah ide-ide pemikiran Muin Yusuf. Tetapi karena rasa ketawadhuan yang dimiliki oleh Muin Yusuf dan secara institusi atau kelembagaan tafsir ini lahir dari ide-ide dari MUI Sul-Sel, maka nama-nama yang telah ditunjuk oleh MUI tetap dimasukkan di dalamnya sebagai orang-orang yang ikut terlibat dalam penulisannya dan tafsir ini tidak dicantumkan nama Muin Yusuf sebagai penulis utama.
Dilihat dari tampilan fisik tafsir ini terdiri dari 11 jilid, jilid 1, 2, 3, 4 dan 5 masing-masing memuat 3 juz. Namun, pada jilid 6 tidak tersusun sesuai dengan tiga juz seperti di atas, hingga kitab tafsir ini menjadi 11 jilid, meskipun pada muqaddimanya jilid 1 diungkapkan bahwa tafsir ini akan ditulis menjadi 10 jilid, tiap-tiap jilidnya memuat 3 juz, tapi ternyata tidak seperti demikian.
Kuat dugaan penulis, sebagaimana diungkapkan di atas, bahwa tafsir ini diselesaikan oleh Muin Yusuf. Dan tidak tersusunnya sebagaimana rencana awal, dugaan penulis adalah dengan pertimbangan bahwa bila sudah bisa memenuhi syarat penerbitan maka diterbitkanlah.
Tata letak (layout) tafsirnya, ayat-ayatnya ditulis dengan pengelompokan-pegelompokan sesuai dengan tema-tema yang dibicarakan dalam ayat tersebut, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Bugis dan selanjutnya ditafsirkan.