Daftar Isi
A. Maha Pemberi Petunjuk (Al-Hādi)
1.Pengertian Al-Hādi
Nama al-Hādi merupakan nama ke-94 dari 99 al-Asmā` al-Ḥusnā. Kata al- Hādi berakar kata dari huruf ha`, dal, dan ya` berarti tampil ke depan untuk memberi petunjuk dan menyampaikan dengan lemah lembut. Imam al-Ghazali menjelaskan makna al-Hādi berarti Dia yang Maha memberikan petunjuk kepada makhluk-Nya untuk mengenal diri-Nya.
Kata al-Hādi tidak pernah disebutkan sama sekali dalam al-Qur`an. Akan tetapi dengan padanan kata hādi dan hād (tanpa alif dan lam), kata tersebut dapat ditemukan dalam al-Qur`an. Kata tersebut ditemukan sebanyak sepuluh kali dalam al- Qur`an. Seperti firman Allah Swt:
2.Teladan dari nama baik Al-Hādi
a. Meyakini bahwa petunjuk Allah adalah petunjuk paling sempurna
Sebagai umat Islam, kita harus mempercayai bahwa Allah merupakan Dzat Yang Maha Memberi Petunjuk. Dan petunjuk Allah merupakan Petunjuk yang paling sempurna. Allah Swt. berfirman:
Makna petunjuk Allah sempurna berarti Allah memberikan petunjuk secara dinamis dan bertingkat-tingkat sesuai dengan manusia sendiri. Ada empat tingkatan yang diberikan Allah kepada manusia yaitu,
1) Potensi naluriah, contohnya tangisan bayi menunjukkan kebutuhan bayi akan ASI,
2) Panca Indera, contohnya melihat indahnya handphone terbaru di media sosial meskipun pada realitanya handphone tersebut ada banyak cacatnya,
3) Akal, contohnya setelah melihat wujud nyata handphone terbaru, seorang pembeli melakukan pengecekan baik spesifikasi maupun kualitas dari handphone tersebut,
4) Agama, contohnya setelah memberikan penganalisaan handphone dengan akal, seorang pembeli memberikan analisis secara keagamaan seperti apakah membeli handphone ini baik untuk dirinya padahal ia masih memiliki handphone lama?
Membagikan petunjuk kepada orang lain dengan sungguh-sungguh dan tanpa pamrih Keempat tingkatan petunjuk Allah menunjukkan betapa luas petunjuk Allah atas makhluk-Nya. Sedangkan manusia merupakan makhluk yang penuh keterbatasan. Banyak manusia yang masih mendapati dan memahami petunjuk naluri atau pun panca indera namun belum mendapati petunjuk akal dan agama. Apapun alasannya, manusia memiliki tingkatan pemahaman dan kepekaan yang berbeda. Oleh karenanya, seseorang yang masih dalam tingkatan naluri dan panca indera dianjurkan memiliki sikap berani bertanya kepada seseorang yang lebih mengetahuinya. Dan sebaliknya seseorang yang lebih mengetahui dianjurkan untuk peka terhadap kebutuhan masyarakat sekitarnya.
Rasulullah bersabda:
B. Maha Pencipta (Al-Khāliq)
1. Pengertian Al-Khāliq
Nama al-Khāliq merupakan nama ke-12 dari 99 al-Asmā` al-Ḥusnā. Kata al- Khāliq berakar kata dari huruf kha’, lam, dan qaf berarti mengukur dan menghapus. Makna ini lalu mengalami perluasan antara lain dengan arti menciptakan dari tiada dan menciptakan tanpa suatu contoh terlebih dahulu. Nama al-Khāliq memiliki makna bahwa Allah Mahapencipta segala sesuatu.
Allah Swt. berfirman:
Dalam al-Qur`an, kata al-Khāliq dan derivasinya disebutkan tak kurang dari 150 kali seperti pada Surah as-Sajdah[32]: 4 dan Surah at-Tīn[95]: 4.
2. Teladan dari nama baik Al-Khāliq
a. Meyakini bahwa Allah menciptakan sesuatu dengan sebaik-baiknya
Sebagai umat Islam, kita harus meyakini bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya. Tidak ada ciptaan Allah yang tidak sempurna kecuali makhluk-Nya menganggap dirinya tidak sempurna.
Allah Swt. berfirman:
Anggapan tentang ketidaksempurnaan ciptaan Allah merupakan suatu wujud ketidaksyukuran terhadap ciptaan Allah. Kita sebagai ciptaan Allah harus mensyukuri segala hal yang Allah tetapkan kepada kita dan kita harus yakin bahwa pasti ada hikmah dari ciptaan Allah tersebut.
Allah Swt. berfirman:
b. Motivasi berkreasi dan inovasi
Setelah kita meyakini bahwa Allah menciptakan sesuatu dengan sebaik- baiknya, maka perilaku yang dapat menunjukkan cerminan terhadap al-Khāliq ialah kreatif dan inovatif.
Kreatif berarti memiliki daya cipta atau kemampuan untuk menciptakan. setiap orang mampu menciptakan sesuatu yang berada dalam dirinya. Contohnya mobil esemka yang dibuat oleh anak-anak Indonesia. Dan inovatif berarti memperkenalkan sesuatu yang bersifat pembaharuan atau kreasi baru. Inovasi di sini menunjukkan bahwa adanya upgrade pada bagian-bagian kreasi sebelumnya menjadi kreasi baru. Contohnya lampu-lampu jalan yang dulunya dialiri listrik dari PLN, sekarang banyak dialiri oleh energi surya.
Jadi, dengan mendalami nama al-Khāliq, kita seyogyanya lebih mengeksplorasi dunia sehingga muncul ide-ide dan aksi kreatif juga inovatif.
C. Maha Bijaksana (Al-Ḥakīm)
1. Pengertian Al-Ḥakīm
Nama al-Ḥakīm merupakan nama ke-47 dari 99 al-Asmā` al-Ḥusnā. Kata al- Ḥakīm berakar dari huruf ḥa`, kaf, dan mīm berarti bijaksana. Nama al-Ḥakīm menunjukkan bahwa Allah Mahabijaksana atas segala sesuatu. Dengan kebijaksanaan-Nya, Allah memberikan manfaat dan kemudahan makhluk-Nya atau menghalangi dan menghindarkan terjadinya kesulitan bagi makhluk-Nya. Tidak ada keraguan dan kebimbangan dalam segala perintah dan larangan-Nya, dan tak satu pun makhluk yang dapat menghalangi terlaksananya kebijaksanaan atau hikmah-Nya. Imam al-Ghazali menjelaskan kata al-Ḥakīm dalam arti pengetahuan akan sesuatu yang paling utama. Karena Dia mengetahui ilmu yang abadi dan hanya Dia yang mengetahui wujud yang mulia. Dalam al-Qur`an kata al-Ḥakīm disebutkan 97 kali dan umumnya menyifati
Allah Swt. seperti pada Surah al-Baqarah [2]: 269.
2. Teladan dari nama baik Al-Ḥākim
a. Meyakini bahwa Allah Maha Bijaksana atas segala sesuatu
Sebagai umat Islam, kita wajib menerima segala hal yang telah diberikan Allah kepada kita. Bahkan kita harus berpikir positif dalam memahami kebijaksanaannya.
Allah Swt. berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi’. Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu?’ Dia berfirman, ‘Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’” (QS. al-Baqarah [2]: 30)
b. Bersifat bijaksana
Sifat bijaksana merupakan selalu menggunakan pengetahuan dan pengalaman serta pandai berhati-hati apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya. Sifat ini tidak bisa timbul jika seseorang tidak memiliki keluasan dan kedalaman berpikir. Oleh karenanya untuk menunjukkan cerminan pada kata al- Ḥakīm, kita harus profesional pada cabang ilmu pengetahuan tertentu lalu mengintegrasikan cabang ilmu satu dengan yang lain.
Untuk bersikap profesional, kita memerlukan motivasi-motivasi yang dapat menunjang tingkat keprofesionalan seseorang. Adapun motivasinya antara lain,
1) Bersungguh-sungguh dan teliti dalam mengerjakan sesuatu
2) Pantang menyerah atas hasil yang buruk
3) Mengejar hasil yang lebih baik
4) Selalu mengevaluasi proses dan hasil yang lalu
Respon (2)