Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional
Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi.
Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan.
Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain:
- mengambil jalan pintas dalam pembelajaran,
- menunggu peserta didik berperilaku negatif,
- menggunakan destruktif discipline,
- mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,
merasa diri paling pandai di kelasnya, - tidak adil (diskriminatif), serta
- memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:
- kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
- kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
- kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
- kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya:
Pertama, menyiapkan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh.
Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku.
Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.
Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie, 2005:62).
Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru, khususnya guru PAUD dapat mengajar dengan hati, keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik. Enam belas pilar pembentukan karakter yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:
1) kasih sayang,
2) penghargaan,
3) pemberian ruang untuk mengembangkan diri,
4) kepercayaan,
5) kerjasama,
6) saling berbagi,
7) saling memotivasi,
8) saling mendengarkan,
9) saling berinteraksi secara positif,
10) saling menanamkan nilai-nilai moral,
11) saling mengingatkan dengan ketulusan hati,
12) saling menularkan antusiasme,
13) saling menggali potensi diri,
14) saling mengajari dengan kerendahan hati,
15) saling menginsiprasi,
16) saling menghormati perbedaan.