Makalah Lengkap dan Pengetahuan Umum
Indeks

Konflik dan Pergolakan yang berkaitan dengan ideologi

Pemberontakan DI/TII

Cikal bakal pemberontakan DI/TII yang meluas di beberapa wilayah Indonesia bermula dari sebuah gerakan di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo. Ia dulu adalah salah seorang tokoh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Adalah perjanjian Renville yang membuka peluang bagi Kartosuwiryo untuk lebih mendekatkan cita-cita lamanya untuk mendirikan negara Islam.

Salah satu keputusan Renville adalah harus pindahnya pasukan RI dari daerah- daerah yang diklaim dan diduduki Belanda ke daerah yang dikuasai RI. Di Jawa Barat, Divisi Siliwangi sebagai pasukan resmi RI pun dipindahkan ke Jawa Tengah karena Jawa Barat dijadikan negara bagian Pasundan oleh Belanda. Kartosuwiryo dengan DI/TII nya tidak mau mengakui pemerintah RI di Jawa Barat. Maka pemerintahpun bersikap tegas. Meski upaya menanggulangi DI/TII Jawa Barat pada awalnya terlihat belum dilakukan secara terarah, namun sejak tahun 1959, pemerintah mulai melakukan operasi militer.

Operasi terpadu “Pagar Betis” digelar, dimana tentara pemerintah menyertakan juga masyarakat untuk mengepung tempat-tempat pasukan DI/TII berada. Tujuan taktik ini adalah untuk mempersempit ruang gerak dan memotong arus perbekalan pasukan lawan. Selain itu diadakan pula operasi tempur dengan sasaran langsung basis-basis pasukan DI/TII. Melalui operasi ini pula Kartosuwiryo berhasil ditangkap pada tahun 1962. Ia lalu dijatuhi hukuman mati, yang menandai pula berakhirnya pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo.

Saat pasukan TNI kemudian balik kembali ke wilayah tersebut setelah Belanda melakukan agresi militernya yang kedua, sebenarnya telah terjadi kesepakatan antara Amir Fatah dan pasukannya dengan pasukan TNI. Amir Fatah bahkan diangkat sebagai koordinator pasukan di daerah operasi Tegal dan Brebes. Namun ketegangan karena berbagai persoalan antara pasukan Amir Fatah dengan TNI sering timbul kembali. Amir Fatah pun semakin berubah pikiran setelah utusan Kartosuwiryo datang menemuinya lalu mengangkatnya sebagai Panglima TII Jawa Tengah. Ia bahkan kemudian ikut memproklamirkan berdirinya Negara Islam di Jawa Tengah. Sejak itu terjadi kekacauan dan konflik terbuka antara pasukan Amir Fatah dengan pasukan TNI.

Tetapi berbeda dengan DI/TII di Jawa Barat, perlawanan Amir Fatah tidak terlalu lama. Kurangnya dukungan dari penduduk membuat perlawanannya cepat berakhir. Desember 1951, ia menyerah. Selanjutnya, pemberontakan DI/TII terjadi di Sulawesi Selatan pada 1950 dan dipimpin oleh Kahar Muzakkar.

Kahar Muzakkar adalah pemimpin dari Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan terjadi akibat adanya perbedaan cara pandang pemerintah dengan Kahar Muzakkar yang berkaitan dengan reorganisasi APRIS/TNI.

Sebagai pemimpin KGSS, Muzakkar menyarankan seluruh anggotanya mendaftar ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).Namun, pada akhirnya, banyak dari mereka yang ditolak menjadi anggota APRIS karena dianggap tidak memenuhi syarat.

Kahar Muzakkar yang merasa kecewa dengan keputusan APRIS mulai melancarkan aksi pemberontakan.Aksi pertama terjadi pada 1950-1952, sedangkan yang kedua terjadi pada 1953-1965.

Berjalan selama kurang lebih 15 tahun, pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan baru berakhir setelah Kahar Muzakkar ditembak mati.[

Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)

Setidaknya terdapat enam teori mengenai peristiwa kudeta G30S tahun 1965 ini :

Gerakan 30 September merupakan persoalan internal Angkatan Darat (AD).

Dikemukakan antara lain oleh Ben Anderson, W.F.Wertheim, dan Coen Hotsapel, teori ini menyatakan bahwa G30S hanyalah peristiwa yang timbul akibat adanya persoalan di kalangan AD sendiri. Hal ini misalnya didasarkan pada pernyataan pemimpin Gerakan, yaitu Letnan Kolonel Untung yang menyatakan bahwa para pemimpin AD hidup bermewah- mewahan dan memperkaya diri sehingga mencemarkan nama baik AD. Pendapat seperti ini sebenarnya berlawanan dengan kenyataan yang ada. Jenderal Nasution misalnya, Panglima Angkatan Bersenjata ini justru hidupnya sederhana.

Dalang Gerakan 30 September adalah Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA).

Teori ini berasal antara lain dari tulisan Peter Dale Scott atau Geoffrey Robinson. Menurut teori ini AS sangat khawatir Indonesia jatuh ke tangan komunis. PKI pada masa itu memang tengah kuat-kuatnya menanamkan pengaruh di Indonesia. Karena itu CIA kemudian bekerjasama dengan suatu kelompok dalam tubuh AD untuk memprovokasi PKI agar melakukan gerakan kudeta. Setelah itu, ganti PKI yang dihancurkan. Tujuan akhir skenario CIA ini adalah menjatuhkan kekuasaan Soekarno.

Gerakan 30 September merupakan pertemuan antara kepentingan Inggris-AS.

Menurut teori ini G30S adalah titik temu antara keinginan Inggris yang ingin sikap konfrontatif Soekarno terhadap Malaysia bisa diakhiri melalui penggulingan kekuasaan Soekarno, dengan keinginan AS agar Indonesia terbebas dari komunisme. Dimasa itu, Soekarno memang tengah gencar melancarkan provokasi menyerang Malaysia yang dikatakannya sebagai negara boneka Inggris. Teori dikemukakan antara lain oleh Greg Poulgrain.

Soekarno adalah dalang Gerakan 30 September.

Teori yang dikemukakan antara lain oleh Anthony Dake dan John Hughes ini beranjak dari asumsi bahwa Soekarno berkeinginan melenyapkan kekuatan oposisi terhadap dirinya, yang berasal dari sebagian perwira tinggi AD. Karena PKI dekat dengan Soekarno, partai inipun terseret. Dasar teori ini antara lain berasal dari kesaksian Shri Biju Patnaik, seorang pilot asal India yang menjadi sahabat banyak pejabat Indonesia sejak masa revolusi. Ia mengatakan bahwa pada 30 September 1965 tengah malam Soekarno memintanya untuk meninggalkan Jakarta sebelum subuh. Menurut Patnaik, Soekarno berkata “sesudah itu saya akan menutup lapangan terbang”.

Tidak ada  pemeran  tunggal  dan  skenario besar  dalam  peristiwa Gerakan 30 September (teori chaos).

Dikemukakan antara lain oleh John D. Legge, teori ini menyatakan bahwa tidak ada dalang tunggal dan tidak ada skenario besar dalam G30S. Kejadian ini hanya merupakan hasil dari perpaduan antara, seperti yang disebut Soekarno : “unsur-unsur Nekolim (negara Barat), pimpinan PKI yang keblinger serta oknum-oknum ABRI yang tidak benar”. Semuanya pecah dalam improvisasi di lapangan.

Soeharto sebagai dalang gerakan 30 September

Pendapat yang menyatakan bahwa soeharto adalah dalang gerakan 30 September antara lain dikemukakan oleh Brian May bahwa”kedekatan hubngan antara letkol.

Dalang Gerakan 30 September adalah PKI

Menurut teori ini tokoh-tokoh PKI adalah penanggungjawab peristiwa kudeta, dengan cara memperalat unsur-unsur tentara. Dasarnya adalah serangkaian  kejadian  dan  aksi  yang  telah  dilancarkan  PKI  antara tahun 1959-1965.

TUJUAN UTAMA G30 SPKI

Tujuan utama G30S PKI adalah menggulingkan pemerintahan era Soekarno dan mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis. Seperti diketahui, PKI disebut memiliki lebih dari 3 juta anggota dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah RRC dan Uni Soviet. beberapa tujuan G30S PKI adalah sebagai berikut:

  1. Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis.
  2. Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan.
  3. Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis.
  4. Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis.
  5. Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.

Abdurakhman, Arif Pradono dkk. 2018. Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK kelas XII, Balitbang: Pusat Kurikulum dan perbukuan Kemendikbut

Khakim, M. N. L., Fattah, A., Andana, M. L., & Fahriyanti, P. N. 2021. Pengembangan Wall Chart Sejarah Pemberontakan DI/TII Jawa Barat. Criksetra: Jurnal Pendidikan Sejarah, 10(2),Hal 188

Aisyah, N., Patahuddin, P., & Ridha, M. R. 2018. Baraka: Basis Pertahanan DI/TII di Sulawesi Selatan (1953-1965). Pattingalloang, 5(2), Hal. 53.

Tinggalkan Balasan